28/04/15

Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) Terhadap Pengungkapan Perusahaan




Pemerintah  Indonesia Secara eksplisit mengatur tentang tanggung jawab sosial perusahaan dalam UU No. 40 tahun 2007 pasal 74 tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan yang mewajibkan perseroan menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/ atau berkaitan dengan sumber daya untuk melaksanakan Corporate Social Responsibility. Searah dengan perkembangan jaman, perusahaan tidak hanya dituntut dari segi pertanggungjawaban secara keuangan saja, namun secara nyata harus melakukan suatu tanggung jawab terhadap keadaan sosial di lingkungan perusahaan tersebut. Corporate Social responsibility (CSR) merupakan komitmen perusahaan untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial, dan lingkungan. Perusahaan dapat menggunakan sumber daya untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat sekitar. Hal tersebut merupakan momentum yang relevan bagi realisasi program CSR sebagai wujud keterlibatan sektor privat dalam memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan perekonomian Indonesia.perusahaan tidak bisa menjadikan kegiatan tanggung jawab sosialnya sebagai sebuah bentuk kegiatan amal karena sumber daya yang dimilikinya berasal dari kekayaan investor. Disisi lain, perusahaan juga harus menjaga hubungan baik dengan stakeholder lainnya seperti pemasok, karyawan, masyarakat, dan lainnya. Adanya kepentingan  yang berbeda dari shareholder dengan stakeholder lainnya membuat tujuan dari kegiatan CSR menjadi tidak jelas. Perusahaan harus bisa memanfaatkan aktivitas tanggung jawab sosialnya untuk memaksimalkan laba bukan menggunakan kekayaan shareholder untuk kegiatan yang nantinya menjadi sebuah competitive disadvantage.
Investor cenderung tertarik terhadap informasi sosial yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Informasi tersebut berupa keamanan dan kualitas produk serta aktivitas lingkungan. Selain investor menginginkan informasi mengenai etika, hubungan dengan karyawan dan masyarakat. Dasar dari munculnya suatu gagasan mengenai tanggung jawab sosial pada dasarnya adalah bagaimana sebuah perusahaan  yang beroperasi di lingkungan tertentu memberikan kontribusi berupa kepedulian terhadap lingkungannya sebagai kompensasi terhadap dampak akibat kegiatan operasional perusahaan yang berlangsung di lingkungan tersebut. Melihat bahwa CSR adalah salah satu faktor penting untuk meningkatkan nilai perusahaan, maka perusahaan perlu mempertimbangkan CSR sebagai salah satu aspke daya tarik bagi investor selain kinerja keuangan perusahaan. Perusahaan juga akan memilik pemangku kepentingan yang dianggap penting dan mengambil tindakan yang menghasilkan hubungan harmonis antara perusahaan dengan pemangku kepntingannya. CSR merupakan sebuah gagasan dimana perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berdasar pada nilai perusahaan saja yang dinilai dari sisi finansial. Seharusnya perusahaan harus berpegang pada triple bottom lines. Dua bottom lines selain kondisi finansial adalah kondisi sosial dan lingkungan. Kondisi finansial dianggap tidak cukup merefleksikan kondisi perusahaan dan menjamin nilai perusahaan yang tumbuh secara berkelanjutan. Nilai perusahaan akan tumbuh dan operasional perusahaan akan congruen apabila perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan. CSR perusahaan dapat membantu meningkatkan citra perusahaan maupun pemegang sahamnya.
Ada beberapa alasan perusahaan harus melakukan pengungkapan sosial dn lingkungan antara lain:
1)        Keinginan untuk memenuhi persyaratan yang ada dalam undang-undang.
2)        Pertimbangan rasionalitas ekonomi. Atas dasar alasan ini, praktik pengungkapan pertanggungjawaban sosial memberikan keuntungan bisnis karena perusahaan melakukan “hal yang benar” dan alasan ini mungkin dipandang sebagai motivasi utama.
3)        Keyakinan dalam proses akuntabilitas atau pertanggungjawaban untuk melaporkan. Artinya, manajer berkeyakinan bahwa orang memiliki hak yang tidak dapat dihidari untuk memperoleh informasi yang memuaskan dan manajer tidak peduli dengan cost yang diperlukan untuk menyajikan informasi tersebut.
4)        Keinginan untuk mematuhi persyaratab peminjaman. Lembaga pemberi pinjaman, sebagai bagian dari kebijakan manajemen risiko mereka, cenderung menghendaki peminjam untuk secara periodik memberikan berbagai item informasi tentang kinerja sosial dan lingkungannya.
5)        Untuk memenuhi atau menyesuaikan dengan ekspektasi masyarakat.
6)        Sebagai konsekuensi dari ancaman terhadap legitimasi perusahaan.
7)        Untuk memanage kelompok stakeholder tertentu yang powerful.
8)        Untuk menarik dana investasi
9)        Untuk mematuhi persyaratan industri (code of conduct) tertentu. Sehingga terdapat tekanan tertentu untuk mematuhi aturan tersebut yang selanjutnya dapat mempengaruhi persyaratan pelaporan.
10)    Untuk memenangkan penghargaan perlaporan tertentu. Hal ini memiliki implikasi positif terhadap reputasi perusahaan pada stakeholder.

Isu-isu yang menyinggung masalah tanggung jawab sosial perusahaan antara lain seperti kasus dan gas panas di Kabupaten Sidoarjo yang disebabkan eksploitasi gas PT. Lapindo Brantas, perusakan lingkungan karena aktivitas operasional gas PT. Freeport, dan pelanggaran CSR yang dilakukan PT. Sliva Inhutani. Dalam kasus ini Pt. Lapindo, perusahaan yang lebih mengutamakan penyelamatan aset-asetnya daripada mengatasi persoalan lingkungan dan sosial yang ditimbulkan, sehingga menimbulkan isu-isu sosial dan berdampak buruk pada masyarakat yang tinggal di sekitar tempat pengeboran. Kemudian eksplorasi sumberdaya alam yang dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia, yang selama bertahun-tahun dan telah menghasilkan triliunan rupiah ke dalam perusahaan tersebut, tidak diimbangi oleh perhatian khusus kepada masyarakat sekitar pertambangan yang masih hidup dalam garis kemiskinan. Bahkan di daerah-daerah tertentu masih ditemui kasus penduduk yang meninggal karena kelaparan. Sedangkan PT. Silva Inhutani, almpung, melakukan tujuh pelanggaran diantaranya yaitu membiarkan pembuangan limbah di hutan register 45, tidak melaksanakan kewajiban penanam lima persen (5%) tanaman kehidupan dengan pola kemitraan, tidak melaksanakan program corporate social reponsibility (CSR), serta menyewakan lahan pada pihak ketiga.
Solihin (2009) dalam bukunya ‘Corporate Social Responsibility From Charity to Sustainability’ mengatakan bahwa regulasi pelaksanaan CSR untuk kegiatan usaha di bidang sumber daya alam dan/ atau berkaitan dengan sumber daya alam dapat dipandang sebagai langkah preventif untuk mencegah terjadinya dampak negatif lebih besar yang ditimbulkan oleh perushaan yang bergerak di industri tersebut. Ditambah dengan dikeluarkannya peraturan mengenai mandatory disclosure, hampir semua perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia kini melaporkan kinerja tanggung jawab sosialnya melalui sustainability report maupun melalui annual report. Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan terbatas pasal 1 poin 3 mengungkapan bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial terhadap masyarakat dan lingkungan setempat, serta wajib melaporkannya kepada stakeholder perusahaan. Tanggung jawab sosial dan lingkungan juga diatur dalam pasal 15 ayat b UU Nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal, yang menyatakan bahwa setiap penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. Ada beberapa alasan yang mendorong perusahaan perlu memperhatikan kepentingan stakeholder, yaitu:
1)        Isu lingkungan melibatkan berbagai kepentingan berbagai kelompok dalam masyarakat yang dapat mengganggu kualitas hidup mereka.
2)        Dalam era globalisasi telah mendorong produk-peroduk yang diperdagangkan harus bersahabat dengan lingkunganya.
3)        Para investor dalam menanamkan modalnya cenderung untuk memilih perusahaan yang memiliki dan mengembangkan kebijakan dan program lingkungan.
4)        LSM dan pencinta lingkungan makin vokal dalam mengkritik perusahaan-perusahaan yang kurang peduli terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perusahaan akan melakukann pengungkapan demi akuntabilitasnya terhadap pemegang kepentingan (stakeholder).

Pada dasarnya konsep tanggung jawab sosial adalah bentuk tanggung jawab yang diberikan perusahaan kepada masyarakat secara legal, perushaan tidak hanya mengharapkan keuntungan yang berasal dari kegiatan operasional perisahaan saja, namun juga berkontribusi untuk kesejakteraan masyarakat. Praktik CSR memainkan peran penting bagi perusahaan. Sebuah perusahaan melakukan kegiatan operasional di suatu lingkungan masyarakat dan dapat dipastikan kegiatan operasional perusahaan akan membawa dampak baik untuk aspek sosial maupun untuk kelestarian lingkungan sekitar. Terciptanya hubungan resiprokal antara entitas dengan masyarakat sekitar akan menciptakan nilai tambah bagi perusahaan itu sendiri. Dalam implementasi praktik CSR disebuah entitas, perusahaan harus membuat laporan untuk mempertanggung jawabkan kegiatan sosial yang dilakukan oleh entitas tersebut. Laporan tanggung jawab sosial merupakan laporan aktivitas tanggung jawab sosial yang telah dilakukan perusahaan baik berkaitan dengan perhatian masalah dampak sosial maupun lingkungan. Association of Chartered Certified Accountants (ACCA) menyatakan bahwa pertanggunjawaban sosial perusahaan diungkapkan di dalam laporan sustainability reporting yang merupakan pelaporan mengenai kebijakan ekonomi, lingkungan dan sosial, pengaruh dan kinerja organisasi dan produknya di dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Sustainability reporting meliputi pelaporan mengenai ekonomi, lingkungan dan pengaruh sosial terhadap kinerja organisasi. Pengungkapan informasi pertanggungjawaban sosial dapat diungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan. Badan yang aktif menerbitkan pedoman bagi perusahaan terkait pengungkapan lingkungan hidup adalah Global Reporting Initiative (GRI). Dalam standar GRI indikator kinerja di bagi menjadi 3 komponen utama yaitu:
1)        Ekonomi
2)        Lingkungan hidup
3)        Sosial yang mencakup hak asasi manusia, praktek ketenagakerjaan dan lingkungan kerja, tanggung jawab produk, dan masyarakat.

Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Rani Evadewi dengan judul “Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility terhadap Earnings Management: A Political Cost Perspective”, populasi penelitian tersebut menggunakan perusahaan pertambangan dan manufaktur yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2010-2012. Sampel penelitian yang dapat diambil dengan menggunakan metode purposive sampling adalah sebanyak 159 perusahaan dari industri manufaktur dan 11 perusahaan dari industri pertambangan. Berdasarkan hasil pengujian statistik dengan menggunakan persamaan regresi, dapat diambil kesimpulan, yaitu bahwa pengungkapan CSR berpengaruh signifikan dan positif terhadap manajemen laba dalam industri manufaktur dimana tingkat political cost rendah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak kegiatan CSR yang diungkapkan perusahaan, maka semakin tinggi tingkat kecenderungan melakukan manajemen laba. Kualitas laba yang semakin buruk karena meningkatnya pengungkapan informasi tanggung jawab sosial perusahaan kepada stakeholder membuat perusahaan merekayasa laporan keuangannya. Hubungan positif ini bertolak belakang dengan pandangan etis yang menyebutkan bahwa pengungkapan informasi yang banyak bukan demi menutupi praktik manajemen laba yang dilakukan perusahaan, namun demi menunjukkan citra perusahaan yang baik dan beroperasi sesuai norma kepada masyarakat dan lingkungannya. Sedangkan dalam industri pertambangan dimana biaya politis sangat tinggi, pengungkapan CSR memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan adanya biaya politis yang tinggi, perusahaan tetap akan mengungkapkan tanggung jawab sosialnya dan menurunnya tingkat kencederungan praktik manajemen laba yang dapat dilakukan perusahaan tersebut. Praktik manajemen laba bukan menjadi hal yang sulit dilakukan dan perlu ditutupi dengan dikeluarkannya banyak pengungkapan sebagai pengalihan. Manajemen laba menjadi hal yang sangat mudah dilakukan terutama ketika manajemen memanipulasi akrual yang sulit dideteksi.
Hasil dari penelitian tersebut membuktikan bahwa variabel kontrol yang berpengaruh dalam industri manufaktur berbeda dengan industri pertambangan. Dalam industri manufaktur, variabel yang mengontrol hubungan pengungkapan CSR terhadap manajemen laba adalah profitabilitas yang diproksikan oleh ROA. Sedangkan dalam industri pertambangan, variabel yang mengontrol hubungan manajemen laba dengan pengungkapan CSR antara lain ukuran perusahaan, leverge, dan ROA. Hal ini dikarenakan tingkat political cost yang berbeda pada kedua industri tersebut dimana industri pertambangan memiliki tingkat political cost yang lebih tinggi dibanding industri manufaktur. Dapat disimpulkan bahwa pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur dan pertambangan di Indonesia masih sangat rendah. Sedangkan kedua industri tersebut memiliki resiko biaya politis yang lebih tinggi sehingga memungkinkan terjadinya manajemen laba. Industri manufaktur dan pertambangan juga memiliki risiko untuk melakukan pencemaran lebih tinggi, karena limbah yang dihasilkan dari proses produksi akan sangat berbahaya apabila tidak diolah dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan masih dianggap sebagai kewajiban tertulis saja, bukan sebagai bentuk pertanggung jawaban perusahaan terhadap stakeholder termasuk membersihkan citra perusahaan dari kecurigaan tindakan manajemen laba yang mungkin dilakukan. Penelitian tersebut mempunyai keterbatasan, yaitu diantaranya adalah rendahnya nilai Adjusted R Square dalam penelitian ini, yaitu sebesar 4,6% untuk data sampel perusahaan dalam industri manufaktur. Nilai adjusted R square yang baik berkisar diangka 50% hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan variabel bebas masih sangat rendah untuk menjelaskan variabel terikat. Keterbatasan lainnya adalah banyaknya perusahaan yang masih belum mengungkapkan annual report maupun sustainability report tiap tahunya sehingga sampel yang dapat digunakan dalam penelitian tersebur terbatas.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Ati Harmoni dengan judul “Penilaian Konsumen Terhadap Corporate Social Responsibility (CSR) Perusahaan”, penelitian tersebut menggunakan data primer yang diperoleh dari hasil kuesioner yang disebarkan pada 50 responden berusia di atas 18 tahun, pengguna produk Unilever, yang dipilih secara acak. Responden adalah penduduk kelurahan pasir gunung selatan, cimanggis-depok. Penelitian dilakukan pada bulan maret-april 2008. Data sekunder berupa sustainability report Unilever tahun 2006, yang diperoleh dari laman resmi Unilever. Data sustainability report tahun 2006 dipilih karena merupakan laporan tahun terakhir yang ditampilkan pada laman resmi Unilever tersebut. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Unilever telah berupaya menyampaikan program CSR yang telah dilakukannya melalui sustanability report yang dimuat dalam laman resmi perusahaan. Informasi yang terkait dengan program CSR terhadap konsumen telah disampaikan pada laporan tersebut. Konsumen sendiri menilai bahwa Unilever telah melakukan program CSR yang terkait dengan hak konsumen dan penetapan harga. Sementara dalam etika beriklan, konsumen masih menganggap bahwa antara produk yang dibuat dan iklan yang disampaikan terdapat ketidaksesuaian.
Penelitian yang dilakukan oleh Rika Nurlela dengan judul “ Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Prosentase Kepemilikan Manajemen Sebagai Variabel Moderating” populasi penelitian tersebut adalah perusahaan-perusahaan sektor non keuangan yang terdaftar di BEJ untuk tahun 2005. Perusahaan yang terdaftar di BEJ selama tahun 2005 berjumlah 340 perusahaan dan sampel yang diambil sebayak 41 perusahaan. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa CSR, prosentase kepemilikan manajemen, serta interaksi antara CSR dengan prosentase kepemilikan manajemen secara simultan berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Secara parsial hanya prosentase kepemilikan manajemen dan interaksi antara CSR dengan prosentanse kepemilikan manajemen yang berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Karena kualitas pengungkapan CSP pada perusahaan yang terdaftar sangat rendah dan belum mengikuti standar yang dikeluarkan oleh GRO. Dengan demikian kualitas pengungkapan CSR di dalam perusahaan menjadi faktor  yang menyebabkan praktik CSR tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Penelitian tersebut tidak sesuai dengan paradigma enligtenedself-interst yang menyatakan bahwa stabilitas dan kemakmuran ekonomi jangka panjang hanya akan dapat dicapai jika perusahaan juga memasukkan unsur tanggung jawab sosial kepada masyarakat paling tidak dalam tingkat yang minimal.Kepemilikan manajerial mampu mempengaruhi jalannya perusahaan yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan yaitu maksimalisasi nilai perusahaan yang terjadi karena adanya kontrol yang dimiliki.
Lain halnya penelitian yang dilakukan oleh Rawi dengan judul “Pengaruh Kepemilikan Manajemen, Institusi, dan Laverage Terhadap Corporate Social Responsibility Pada Perusahaan Manufaktur Yang Listing di Bursa Efek Indonesia”  populasi dalam penelitian tersebut menggunakan seluruh perusahaan manufaktur yang listing di bursa efek indonesia pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 dan sampel yang memenuhi kriteria dan digunakan adalah 78 perusahaan. Menunjukkan bahwa hanya variabel kepemilikan manajemen yang berpengaruh signifikan terhadap CSR sesuai dengan yang diprediksi oleh si peneliti. Semakin besar kepemilikan manajemen di dalam perusahaan, perusahaan akan semakin banyak mengungkapkan informasi SCR. Hal ini mendukung teori stakeholder, yaitu semakin banyak kepemilikan manajemen di dalam perusahaan, manajemen akan dapar mengendalikan atau memiliki kemampuan untuk mempengaruhi pemakaian sumber-sumber ekonomi yang digunakan perusahaan yang dapat meningkatkan image perusahaan. Hasil yang dilakukan menunjukkan bahwa kepemilikan manajemen berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR, yang berarti semakinbesar kepemilikan saham manajemen, pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan akan selalu tinggi. Kondisi ini mengindikasikan bahwa untuk mendapat legitimasi, kepemilikan manajemen yang tinggi akan selalu melakukan aktivitas sosial dan lingkungan lebih banyak, agar mempunyai pengaruh pada pihak-pihak internal maupun eksternal yang mempunyai kepentingan terhadap perusahaan. Perusahaan berusaha mencari pembenaran dari pada stakeholder dalam menjalankan operasi perusahaannya. Semakin kuat posisi stakeholder, semakin besar pula kecenderungan perusahaan mengadaptasi diri terhadap keinginan pada stakeholdernya.
Kepemilikan institusi tidak berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan CSR. Hasil tersebut tidak mendukung teori stakeholder, bahwa stakeholder theory yang menyatakan bahwa stakeholder merupakan pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan yang dapat stakeholder mempengaruhi atau dapat dipengaruhi oleh aktivitas perusahaan. Semakin besar kepemilikan institusi, pengungkapan CSR yang dilakukan oleh perusahaan tidak selalu luas. Variabel leverage tidak berpengaruh signifikan yang berarti bahwa semakin tinggi levarage perusahaan, maka pengungkapan CSR yang dilakukan perusahaan akan semakin tinggi.
Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Mega Pratiwi dengan judul “Akuntansi Lingkungan Sebagai Strategi Pengelolaan Dan Pengungkapan Tanggung Jawab Lingkungan Pada Perusahaan Manufaktur” menyatakan akuntansi lingkungan sebagai startegi pengelolaan lingkungan yang menggunakan alat manajemen lingkungan dapat diterapkan dalam upaya pelestarian lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur. Melalui akuntansi manajemen lingkungan perusahaan dapat memperoleh informasi mengenai penggunaan sumber daya alam dan dampaknya terhadap lingkungan serta informasi moneter mengenai biaya yang digunakan untuk upaya konservasi lingkungan. Jika hal ini dapat dilaksanakan, maka kondisi lingkungan yang mulai mengalami kerusakan dan penurunan kualitas dapat dicegah dan dilestarikan, sehingga terdapat perbaikan atas pengurangan kualitas yang terjadi. Akuntansi lingkungan sebagai strategi pengungkapan tanggung jawab lingkungan, merupakan instrumen yang menyajikan informasi yang mengungkapan bentuk pertanggungjawaban perusahaan berupa butir-butir kegiatan konservasi lingkungan dan kegiatan sosial lainnya. pengungkapan pertanggungjawaban lingkungan dapat mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap citra perusahaan dan mempengaruhi kinerja finansial perusahaan.




Daftar Pustaka

Evadewi, Rani. 2014. “Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Earnings Management: A Political Cost Perspective”. Skripsi Universitas Diponegoro.
Evadewi, Rani dan Wahyu Meiranto. 2014. “ Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Earnings Management: A political Cost Perspective”. Diponegoro Journal Of Accounting, Vol. 03, No.2.
Evandini, Christa. 2014. “Faktor-Faktor  Yang Berpengaruh Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI”. Skripsi Universitas Diponegoro.
Harmoni, Ati dan Ade Andriyani. 2008. “Penilaian Konsumen Terhadap Corporate Social Responsibility (SCR) Perusahaan”. Jurnal Ekonomi Bisnis, No.1, Vol. 13. Universitas Gunadarma.
Kinantika, Ervanti Kusuma. 2013. “Pengaruh Biaya Eksplorasi Dan Pengembangan Tangguhan, Leverage, Dan Profitabilitas Terhadap Luas Pengungkapan Corporate Social Responsibility”. Skripsi Universitas Diponegoro.
Kurnianto, Eko Adhy. 2011. “Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan”. Skripsi Universitas Diponegoro.
Putra, Eka Nanda. 2011. “Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR)” Skripsi Universitas Diponegoro.
Pratiwi, Wahyu Mega. 2008. “Akuntansi Lingkungan Sebagai Strategi Pengelolaan Dan Pengungkapan Tanggung Jawab Lingkungan Pada Perusahaan Manufaktur”. Universitas Negeri Surabaya.
Rawi. 2008. “Pengaruh Kepemilikan Manajemen, Institusi, Dan Leverage Terhadap Corporate Social Responsibility Pada Perusahaan Manufaktur Yang Listing Di Bursa Efek Indonesia”. Tesis Universitas Diponegoro.

Retno M, Reny Dyah dan Danies Priantinah. 2012. “Pengaruh Good Corporate Governance Dan Pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan”. Jurnal Nominal, Vol. 1, No. 1.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar